Simbol Beratnya Beban Belajar Siswa

Simbol beratnya beban belajar siswa - Ketika sobat mengantar anak berangkat sekolah sampai di pintu. Kemudian memandang ke arah tas buku gede dan berat yang ada di punggung anak. Apakah yang terpikir oleh sobat? Pernahkah sobat berpikir betapa beratnya beban belajar yang akan ditanggung anak? 

Bandingkan dengan sobat ketika masih sekolah dulu. Sudah pasti sangat terasa perbedaannya dengan sekolah pada zaman sekarang.

Ya, kurikulum dulu berbeda dengan sekarang. Kurikulum sekarang lebih sarat muatan dan beban belajar peserta didik. Konon, itu sudah menjadi tuntutan perkembangan zaman (?)

Dalam matra yuridis, perubahan kurikulum pendidikan sesungguhnya hal yang lumrah dan wajar.

Ini sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Begitu pula program sertifikasi guru yang sudah berumur sekian tahun, merupakan amanat Undang undang Nomor 14 Tahun 2005. 

Persoalannya adalah, apakah setiap perubahan kurikulum itu harus dilakukan dengan menambah kuantitas materi dan beban belajar, dan bukan kualitas proses belajar itu sendiri?

Apakah program sertifikasi guru mengharuskan adanya ekstensifikasi materi pelajaran dan alokasi belajar dalam satu mata pelajaran.

Toh, ujung-ujungnya para siswalah yang menjadi kewalahan. Siswa seolah-olah menjadi objek kepentingan guru belaka. Padahal konsep pendidikan moderen harus menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar. 

Belajar secara humanis akan menempatkan siswa sesuai usia dan perkembangannya. Jika tidak, proses belajar siswa akan banyak mengalami permasalahan dikemudian hari.

Jika diperhatikan struktur materi pelajaran dalam kurikulum, kelas 2 sekolah dasar sudah harus mempelajari istilah seperti deskripsi, motivasi dan lain sebagainya.

Di tingkat SMP/Sederajat, materi yang dulu dipelajari di sekolah lanjutan atas, sebagian sudah merambah ke jenjang SMP di kelas IX atau kelas VIII. Ini hanya secuil contoh saja.

Kurikulum 2013 lebih hebat lagi. Terjadi penambahan alokasi waktu untuk beberapa mata pelajaran, sementara disisi lain beberapa mata pelajaran diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain. 

Bagi guru, itu mungkin kabar gembira dengan berbagai bahasa pembenaran. Alokasi waktu pembelajaran tidak cukup untuk menyampaikan materi pelajaran.

Jika memang tidak cukup, itu pun akibat ekstensifikasi kurikulum sebagaimana disebutkan di atas.

Bagaimana pun, siswa maupun orang tua siswa harus mengikuti aturan kurikulum pendidikan, aturan sekolah dan aturan guru.

Walaupun akhirnya, tas sekolah anak sarat dengan berbagai buku yang belum tentu sanggup dibaca anak seluruhnya. Tas besar dan sarat buku, boleh jadi sebagai simbol beratnya beban belajar siswa.***